Sejarah Pura Andakasa

Pura Andakasa, menurut Buku Purana Pura Andakasa, memiliki sejarah terkait asal usul gunung-gunung di Bali. Awalnya terdapat empat gunung di empat penjuru: Gunung Lempuyang di timur, Gunung Andakasa di selatan, Gunung Watukaru di barat, dan Gunung Bratan di utara. Ketika Bali masih labil dan kadang menyatu dengan Lombok, Bhatara Pasupati memotong Gunung Mahameru untuk dijadikan landasan Bali. Gunung ini kemudian diturunkan ke Bali, didukung oleh dewa-dewa seperti Naga Basuki dan Naga Taksaka, yang menjadi asal mula Sad Kahyangan (enam tempat suci). Empat putra Bhatara Pasupati kemudian menempati berbagai gunung: Bhatara Tumuwuh di Watukaru, Bhatara Manik Gumawang di Bratan, Bhatara Manik Galang di Pejeng, dan Bhatara Tugu di Gunung Andakasa. Gunung Andakasa disebut demikian karena bentuknya menyerupai telur (Anda) yang menjulang ke langit. Pada masa kerajaan Bali, Sri Aji Kresna Kapakisan mendirikan istana di Samprangan, dan setelah wafat, digantikan oleh putranya, Sri Dalem Smara Kapakisan, yang memerintah di Gelgel. Pemerintahan Bali mencapai puncak kejayaan di bawah Sri Dalem Waturenggong, yang dibimbing oleh Danghyang Nirartha sekitar tahun 1489 Masehi. Mereka memuja di Pura Luhur Andakasa yang menjadi tempat peribadatan utama sebagai Kahyangan Jagat, pemujaan untuk Bhatara Brahma. Pura Andakasa terus dijunjung oleh raja-raja Bali hingga pemerintahan Dalem di Smara Rajya Klungkung. Pada masa itu, Pura Luhur Andakasa tetap dianggap penting. Belakangan, dalam perjanjian antara raja Klungkung dan Karangasem, Yeh Malet diserahkan kepada raja Karangasem, termasuk Pura Luhur Andakasa dengan Desa Angantelu sebagai penjaganya. Pura ini memiliki tiga mandala (tempat suci): Utama Mandala, Madhya Mandala, dan Kanista Mandala.